
Tujuan Implemntasi Dispilin Positif Tahun 2025:
- Guru SDN Cikerut dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
- Guru SDN Cikerut dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.
- Guru SDN Cikerut menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif.
a) Perubahan Paradigma:
Kegiatan Pemantik:
Bapak/Ibu dan teman Bapak/Ibu akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Bapak/Ibu adalah A, tugas Bapak/Ibu adalah mengepalkan salah satu tangan Bapak/Ibu . Coba Bapak/Ibu bayangkan bahwa Bapak/Ibu menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Bapak/Ibu . Bapak/Ibu perlu menjaga benda tersebut sekuat tenaga Bapak/Ibu karena begitu pentingnya untuk kehidupan Bapak/Ibu . Tugas rekan Bapak/Ibu , B, adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan Bapak/Ibu . Teman Bapak/Ibu B boleh membujuk, menghardik, mengintimidasi, memarahi, menggoda, menggelitik, bahkan menawari Bapak/Ibu uang agar Bapak/Ibu bersedia membuka kepalan tangan Bapak/Ibu .
Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan B secara bergantian, masing-masing A dan B memiliki waktu 30 detik saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan Bapak/Ibu B. Bandingkan jawaban Bapak/Ibu , apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira mengapa?
- Apakah Bapak/Ibu atau B membuka kepalan tangan Bapak/Ibu ? Mengapa, apa alasan Bapak/Ibu atau B membuka kepalan tangan Bapak/Ibu ?
- Apakah Bapak/Ibu atau B menutup kepalan tangan Bapak/Ibu ? Mengapa, apa alasan Bapak/Ibu atau B tetap menutup kepalan tangan Bapak/Ibu ?
- Dalam kegiatan ini, sesungguhnya siapa yang memegang kendali atau kontrol untuk membuka atau menutup kepalan tangan?
Kemungkinan jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua bervariasi, antara yang bersedia membuka, dan yang tetap bertahan menutup kepalan tangannya. Pertanyaan ketiga, siapakah yang sesungguhnya memegang kontrol, yang menutup kepalan tangan atau yang berusaha dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan rekannya? Jawabannya tentu kita sendiri yang memegang kontrol atas kepalan tangan kita, apakah kita membuka atau menutup kepalan tangan kita, itu bergantung pada diri kita masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dasar kita saat itu.
Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan berapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.
Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif.
Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Bapak/Ibu . Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Bapak/Ibu melihat dunia, bagaimana Bapak/Ibu berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Bapak/Ibu , skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.
Stimulus Respon Teori Kontrol
- Realitas (kebutuhan) kita sama.
- Realitas (kebutuhan) kita berbeda.
- Semua orang melihat hal yang sama. Setiap orang memiliki gambaran berbeda.
- Kita mencoba mengubah orang agar berpBapak/Ibu ngan sama dengan kita.
- Kita berusaha memahami Bapak/Ibu ngan orang lain tentang dunia.
- Perilaku buruk dilihat sebagai suatu kesalahan Semua perilaku memiliki tujuan.
- Orang lain bisa mengontrol saya. Hanya Bapak/Ibu yang bisa mengontrol diri Bapak/Ibu .
- Saya bisa mengontrol orang lain. Bapak/Ibu tidak bisa mengontrol orang lain.
- Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal. Kolaborasi dan konsensus menciptakan pilihan-pilihan baru.
- Model Berpikir Menang/Kalah Model Berpikir Menang-menangb) Makna Disiplin:
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.
Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Bapak/Ibu melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang?
Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?
Bapak Ibu Guru SDN Cikerut,
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlBapak/Ibu skan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.
Sekarang mari kita membahas tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka.
Bagaimana dengan Bapak/Ibu Guru SDN Cikerut? Apakah Bapak/Ibu memiliki pendapat yang sama?
Marilah kita baca artikel di bawah ini:
Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata ‘disiplin’, apa yang terbayang di benak Bapak/Ibu ? Apa yang terlintas di pikiran Bapak/Ibu? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus
dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan sama sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pBapak/Ibu ngan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang
murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan;
“…pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
- Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa
Bapak dan Ibu Guru SDN Cikerut,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.c) Nilai-nilai Kebajikan Universal
Bapak Ibu Guru SDN Cikerut,
Bapak/Ibu telah mengikuti serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut sebagai nilainilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri telah diperkenalkan di modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku. Nilainilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan.
Beberapa institusi/organisasi pendidikan di bawah ini telah memiliki nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan sepakati bersama. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang sebelumnya telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian institusi/organisasi saling memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai tersebut bersifat universal, dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang.Profil Pelajar Pancasila
• Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
• Mandiri
• Bernalar Kritis
• Berkebinekaan Global
• Bergotong royong
• Kreatif
2. IBO Primary Years Program (PYP) Sikap Murid:
- Toleransi ● Empati
- Rasa Hormat ● Keingintahuan
- Integritas ● Kreativitas
- Mandiri ● Kerja sama
- Menghargai ● Percaya Diri
- Antusias ● Komitmen
3. Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF):
- Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
- Kemandirian dan Tanggung jawab
- Kejujuran (Amanah), Diplomatis
- Hormat dan Santun
- Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
- Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
- Kepemimpinan dan Keadilan
- Baik dan Rendah Hati
- Toleransi,
- Kedamaian dan Kesatuan
4. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)
- Keterampilan Hidup
- Dapat dipercaya ● Tidak Merendahkan Orang Lain
- Lurus Hati ● Memberikan yang Terbaik dari Diri
- Pendengar yang AktifPetunjuk Hidup
- Peduli
- Penalaran
- Bekerja sama
- Keberanian
- Keingintahuan
- Usaha
- Keluwesan/
- Berorganisasi
- Kesabaran
- Keteguhan hati
- Kehormatan
- Memiliki Rasa Humor
- Berinisiatif
- Integritas
- Pemecahan Masalah
- Sumber pengetahuan
- Tanggung jawab
- Persahabatan
- Fleksibilitas
5. The Seven Essential Virtues (Building Moral Intelligence, Michele Borba):
● Empati
● Suara Hati
● Kontrol Diri
● Rasa Hormat
● Kebaikan
● Toleransi
● Keadilan
6. The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)
- Peduli Rajin Integritas Rasa Hormat
- Keterusterangan Keberanian Kebahagiaan Tanggung Jawab
- Kebersihan Kesantunan Keadilan Pengabdian
- Komitmen Kreatif Baik Hati Bijaksana
- Belas Kasih Semangat Kesetiaan Bersyukur
- Percaya Diri Kedermawan Berprinsip Toleransi
- Belas Kasih Kejujuran Bersahaja Percaya
- Bertujuan Dermawan Keteraturan Lurus Hati
- Tenggang Rasa Harga Diri Kedamaian Ketegasan
- Gotong Royong Rendah Hati Keteguhan Hati PengertianSilakan Bapak/Ibu membaca nilai-nilai kebajikan dari keenam institusi/organisasi yang telah disampaikan di sini, dan pilihlah salah satu yang menurut Bapak/Ibu paling menarik. Bandingkan dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Bapak/Ibu miliki di sekolah Bapak/Ibu. Adakah suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai-nilai kebajikan yang Bapak/Ibu pilih tersebut dapat disampaikan dan menjadi fondasi dari keyakinan sekolah atau keyakinan kelas yang disepakati seluruh warga sekolah. Kemudian pikirkan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat dilakukan agar keyakinan-keyakinan tersebut dapat dipahami, dan diterapkan seluruh warga sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari.Tugas Bapak/Ibu
- Mungkin pada awalnya motivasi Bapak/Ibu mengikuti program ini karena ingin mendapatkan suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Bapak/Ibu mengikuti program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Bapak/Ibu berubah menjadi sebuah keinginan untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Bapak/Ibu yakini? Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk diri Bapak/Ibu ? Apa yang Bapak/Ibu dapatkan, mengapa hal itu penting untuk Bapak/Ibu ?
- Sebagai seorang pendidik, saat Bapak/Ibu perlu hadir di suatu pelatihan, motivasi apakah yang mendasari tindakan Bapak/Ibu ? Apakah Bapak/Ibu hadir karena tidak ingin ditegur oleh pihak panitia atau pengawas Bapak/Ibu , dan mendapatkan surat teguran (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Bapak/Ibu ingin dilihat dan dipuji oleh lingkungan Bapak/Ibu , atau mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Bapak/Ibu ingin menjadi pemelajar sepanjang hayat, menjadi orang yang berusaha dan bertanggung jawab serta menghargai diri Bapak/Ibu sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Bapak/Ibu , guru-guru Bapak/Ibu , serta lingkungan Bapak/Ibu karena Bapak/Ibu percaya, tindakan Bapak/Ibu sebagai pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh lingkungan Bapak/Ibu (menghargai nilai-nilai kebajikan diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Bapak/Ibu , atau adakah suatu proses perubahan motivasi antara dua motivasi?
- Bila di sekolah Bapak/Ibu tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Bapak/Ibu penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Bapak/Ibu akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Bapak/Ibu ? Jelaskan alasan Bapak/Ibu .
- Menurut Bapak/Ibu, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid Bapak/Ibu di sekolah? Jelaskan.
- Strategi apa yang selama ini Bapak/Ibu terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid Bapak/Ibu, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Bapak/Ibu?
- Nilai-nilai kebajikan apa yang Bapak/Ibu rasakan penting saat ini untuk ditanamkan pada murid-murid Bapak/Ibu di kelas/sekolah Bapak/Ibu? Mengapa?Standar Pendidikan Nasional:
Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilainilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan stBapak/Ibu kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan stBapak/Ibur kompetensi lulusan yang diharapkan.